Artikel

Wasathiyah Islam dalam Perspektif Muhammadiyah: Antara Tekstual dan Progresif

37
×

Wasathiyah Islam dalam Perspektif Muhammadiyah: Antara Tekstual dan Progresif

Sebarkan artikel ini

Wasathiyah Islam dalam Perspektif Muhammadiyah: Antara Tekstual dan Progresif

Wasathiyah atau moderatisme Islam merupakan bagian tak terpisahkan dari identitas dan karakter gerakan Muhammadiyah. Sebagai organisasi Islam modernis, Muhammadiyah tidak hanya mengusung semangat purifikasi (pemurnian akidah dan ibadah), tetapi juga membawa dinamika tajdid (pembaruan) yang bersifat progresif dalam menyikapi perubahan zaman.

Dalam spektrum wacana keagamaan, sering muncul pertanyaan: sejauh mana posisi Muhammadiyah antara mazhab tekstualis dan liberalis, konservatif dan progresif, atau dalam istilah yang lebih luas, antara kutub kanan dan kiri? Apakah Wasathiyah Muhammadiyah lebih condong ke kanan atau ke kiri?

Wasathiyah sebagai DNA Muhammadiyah

Wasathiyah bukan sekadar sikap tengah-tengah tanpa arah, melainkan posisi ideologis dan metodologis yang berpijak pada prinsip-prinsip keadilan, hikmah, dan keseimbangan. Dalam konteks Muhammadiyah, Wasathiyah adalah blueprint gerakan yang telah tumbuh dari basis nilai sejarah dan pengalaman panjang keumatan.

Sejak awal berdirinya, Muhammadiyah menunjukkan sikap kritis terhadap realitas umat Islam saat itu dan meresponsnya dengan pembaruan dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan keagamaan. Pembaruan ini bersifat wasathiyah—menggabungkan ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum—sebagaimana tercermin dalam 12 Langkah Muhammadiyah, terutama pada aspek memperluas pemahaman agama.

Muhammadiyah juga memiliki warisan pemikiran keislaman yang khas, seperti:

  • Kitab Masalah Lima (Masail Khamsah) yang memisahkan urusan agama dengan dunia dalam semangat rasionalitas.
  • Teologi Al-Ma’un yang menolak formalisme agama dan menekankan aksi sosial.
  • Teologi Al-‘Asr sebagai teologi modernis yang menekankan pentingnya waktu, amal, dan kerja produktif.
  • Manhaj Tarjih, yang bersikap tidak bermazhab namun tetap menghormati mazhab-mazhab, menggunakan pendekatan Bayani–Burhani–Irfani sebagai perangkat berpikir.
  • Tajdid yang menjaga keseimbangan antara purifikasi (penyucian akidah) dan dinamisasi (pembaruan sosial-keagamaan).

Dokumen-dokumen resmi Muhammadiyah seperti Muqaddimah Anggaran Dasar, MKCH (Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah), Kepribadian Muhammadiyah, dan Risalah Islam Berkemajuan (RIB) mempertegas arah moderat organisasi ini.

Wasathiyah dalam Dakwah dan Kehidupan

Dalam praktik dakwah, sosok seperti KH AR Fachruddin menjadi teladan dalam menerapkan prinsip Wasathiyah: lembut dalam pendekatan, tetapi tegas dalam prinsip. Sikap moderat dan arif sangat dibutuhkan dalam menyikapi beragam persoalan keagamaan, termasuk perbedaan tafsir, wacana sosial, serta dinamika pemikiran umat.

Wasathiyah Muhammadiyah menuntut kader dan warga untuk bijak dalam bertindak, adil dalam memutuskan, dan solutif dalam menyelesaikan persoalan. Moderatisme di sini bukan berarti abu-abu atau kompromistis, melainkan usaha maksimal untuk mencari titik tengah yang adil dan proporsional.

Ketangguhan Muhammadiyah dalam Tantangan Sejarah

Pengalaman panjang Muhammadiyah dalam menghadapi tantangan sosial, budaya, dan politik menjadikan organisasi ini lentur dalam pendekatan, bijak dalam strategi, namun kokoh dalam prinsip. Berbeda dari gerakan Islam transnasional yang cenderung rigid atau ideologis, Muhammadiyah tumbuh dari akar realitas masyarakat Indonesia.

Kemampuan Muhammadiyah untuk tetap berdiri kokoh, beradaptasi, dan terus berkarya nyata—baik dalam pendidikan, pelayanan sosial, maupun advokasi moral—menjadi bukti bahwa Wasathiyah bukan sekadar teori, melainkan karakter gerakan yang hidup dan membumi.

Ditulis Oleh: Muharrom, S.Ag. (Wakil Ketua PDM Kab. Temanggung Periode Muktamar 48)

 

Komentar
sang guru
Artikel

Sejak lahir di dunia orang tua dan keluarga-lah…